Peristiwa seorang
perempuan yang hendak menyusui selain anaknya sudah ada sejak zaman nabi Musa
as. Fir’aun sang raja yang zhalim selalu
khawatir kerajaannya akan dihancurkan oleh kaum Bani Israil. Oleh karena itu,
Fir’aun memerintahkan untuk menyembelih anak laki-laki dan membiarkan hidup
anak-anak perempuan. Saat itu lahirlah Nabi Musa as. Perasaan was-was dan
gelisah berkecamuk, antara nurani seorang ibu yang ingin menyelamatkan anaknya
dari kezhaliman Fir’aun dan ketidak mampuan melawannya (Fatoohi, Al-Dargazelli,
2007). Allah Yang Maha Tahu pun mengilhamkan solusi yang begitu menakjubkan
kepadanya, walaupun bila dipikirkan sangat tidak masuk akal. Hal ini
diceritakan dalam surat QS Al Qashash: 7. “Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa;
“Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke
sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati,
karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah
(seorang) dari para rasul”. (Departemen Agama RI, 2005). Ayat ini juga
mengisyararatkan tentang pentingnya memberikan ASI sejak dini apapun
kondisinya.
Kemudian bayi Musa yang dihanyutkan di sungai Nil itu
dipungut oleh keluarga Fir’aun yang belum memiliki keturunan? Fir’aun yang
telah membuat keputusan untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir? Dan
Fir’aun pun luluh hatinya ketika Asiah, istri yang dicintainya menyampaikan
permohonan kepadanya. Hingga akhirnya bayi Musa diambil menjadi anaknya,
diasuhnya dengan penuh kasih dan sayang. Namun sayangnya Nabi Musa tidak mau
menyusu kepada istri Firaun bahkan semua ibu yang telah diundang untuk
menyusuinya. Dan Allah mencegah bayi Musa menyusu kepada perempuan lain untuk
dapat dikembalikan kepada ibunya. “Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada
perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah saudara
Musa: Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya
untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?” Maka Kami kembalikan Musa
kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia
mengetahui bahwa janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui”. (QS Al Qashash: 12-13) (Departemen Agama RI, 2005).. Berita
ini kemudian terdengar oleh saudara perempuan Nabi Isa dan memberitahukannya
kepada ibunda Nabi Isa. Sang Ibu pun datang ke istana dan menawarkan untuk
menyusui nabi Musa. Nabi Musa dengan senang bersedia untuk menyusu kepada
perempuan yang memang adalah ibunya. Istri Firaun menawarkan sang Ibu untuk
tinggal di istana, namun beliau menolak karena harus mengurus suami dan anak.
akhirnya istri Firaun memperbolehkan Nabi Musa untuk dibawa pulang dan memberikan
upah menyusui kepada Ibu Nabi Musa. Hal ini berarti Diizinkannya
mengambil upah dalam menjaga dan menyusukan anak, sebagaimana yang dilakukan
oleh ibunda Nabi Musa (Fatoohi,
Al-Dargazelli, 2007)..
Selain Nabi Musa,
Rosulullah Muhammad SAW adalah orang yang pernah disusui oleh selain ibunya.
Setalah 3 hari disusui oleh Ibunya, Siti Aminah, Nabi Muhammad disusui oleh
Tsuwaibah, budak Abu Lahab, paman Nabi Muhammad. Beberapa waktu kemudian,
Aminah mencarikan seorang penyusu untuk nabi Muhammad. Dan bertemulah Aminah
dengan Halimah. Awalnya Halimah menolak untuk menyusui Nabi Muhammad, namun
karena merasa kasihan akhirnya Halimah bersedia. Selama menyusui NAbi Muhammad,
Halimah mendapat rezeki yang berlimpah. Peternakan domba miliknya berkembang
pesat (Chalil, 2006).
Makna dari cerita ini
adalah Allah memberikan pahala yang besar bagi ibu yang bersedia menyusui anak
orang lain yang terpaksa tidak mendapat ASI dari ibunya.
DAFTAR
PUSTAKA
Chalil M. 2006.
Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad. Gema Insani Depok
Departemen Agama RI.
2005. Alquran dan Terjemahannya. Duta Ilmu Surabaya
Fatoohi L.,
Al-Dargazelli S. 2007. Sejarah Bangsa Israel dalam Bibel dan Al-Quran. Mizania
Bandung.