Kamis, 10 Februari 2011

Formalin dan Resiko Kanker

Postingan kali ini, penulis akan share artikel tentang hubungan formalin dengan resiko kanker yang merupakan artikel yang pernah dibuat penulis dalam ujian Evidence Based Learning. Semoga bermanfaat....


Formalin dan Resiko Kanker

Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam formalin terkandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan metanol hingga 15 persen sebagai pengawet (Astawan,2006). Formalin banyak digunakan dalam dunia industri. Formaldehid memiliki banyak manfaat, seperti anti bakteri atau pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Dalam dunia fotografi biasaya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea, bahan pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetika, pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa. Formalin juga dipakai sebagai pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood). Dalam konsentrasi yag sangat kecil (<1>

Akhir-akhir ini, masyarakat banyak menggunakan formalin sebagai bahan pengawet makanan seperti bahan tambahan tahu, mie dan lain sebagainya, padahal jenis pengawet tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (MenKes) Nomor 1168/MenKes/PER/X/1999, formalin merupakan bahan kimia yang penggunaannya dilarang untuk produk makanan (Nuryasin, 2006). Formalin tidak diperkenankan ada dalam makanan maupun minuman, karena dalam jangka panjang dapat memicu perkembangan sel-sel kanker. Formalin merupakan zat yang bersifat karsinogenik atau bisa menyebabkan kanker. Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing pemberian formalin dalam dosis tertentu jangka panjang secara bermakna mengakibatkan kanker saluran cerna seperti adenocarcinoma pylorus, preneoplastic hyperplasia pylorus dan adenocarcinoma duodenum. Penelitian lainnya menyebutkan peningkatan resiko kanker faring (tenggorokan), sinus dan cavum nasal (hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan (Judarwanto,2006).

Sebuah lembaga internasional NCI (National Cancer Institute) mencatat terjadi peningkatan resiko kematian pada penderita kanker nasofaring dengan peningkatan kumulatif formaldehid. Penelitian ini dilakukan pada pekerja dengan paparan konsentrasi formaldehid yang tinggi selama satu tahun. Meskipun hasilnya tidak signifikan, para peneliti menganggap hal ini penting.

Dalam studi lain yang dilakukan oleh peneliti independen (Vaughan et al.) di kota Washington, membandingkan daerah pemukiman sementara yang terpapar formaldehid yang terkandung dalam bahan bangunan dengan kawasan industri yang berhubungan dengan resin dan perekat. Hasilnya menunjukkan bahwa paparan formaldehid mempengaruhi perkembangan kanker nasofaring pada manusia.

Paparan formaldehid dibagi menjadi beberapa macam: uap, asap, debu, awetan makanan, dan minuman beralkohol. Dari beberapa macam paparan tersebut, bentuk uap memiliki pengaruh resiko kanker nasofaring paling tinggi (Nolodewo dkk., 2007).

Pengaruh buruk formalin di sekitar kita harus diwaspadai dengan cara: sebisa mungkin memeriksa kualitas makanan berpengawet (dengan memperhatikan warna, aroma dan rasa), menggunakan alat-alat yang tidak mengandung formalin, bagi pekerja industri yang memakai formalin, agar tidak terhirup gunakan alat pelindung pernafasan, seperti masker, kain atau alat lainnya yang dapat mencegah kemungkinan masuknya formalin ke dalam hidung atau mulut. Lengkapi sistem ventilasi dengan penghisap udara (exhaust fan) yang tahan ledakan. Gunakan pelindung mata atau kacamata pengaman yang tahan terhadap percikan. Sediakan kran air untuk mencuci mata di tempat kerja yang berguna apabila terjadi keadaan darurat. Pencegahan paparan pada kulit sebaiknya menggunakan sarung tangan dan pakaian pelindung bahan kimia yang tahan terhadap bahan kimia. Hindari makan, minum dan merokok selama bekerja atau cuci tangan sebelum makan.

Meskipun dampaknya sangat berbahaya jika terakumulasi di dalam tubuh, sangatlah tidak bijaksana jika melarang penggunaan formalin. Banyak industri memerlukan formalin sehingga harus bijaksana dalam menggunakannya. Paling utama adalah dengan tidak menggunakannya pada makanan, karena masih ada pengawet makanan yang aman. Depkes atau Badan POM beserta instansi terkait harus mengawasi secara ketat dan terus menerus dalam masalah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar